Benarkah Tidak Semua Jenis Harta Wajib Dizakatkan?

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Mohon penjelasan benarkah bahwa tidak semua jenis kekayaan dan harta wajib kita keluarkan zakatnya? Kalau memang begitu, lalu jenis harta apa saja dan kriteria yang mana saja yang ditetapkan dalam syariat Islam sehingga harta kita ini wajib dikeluarkan zakatnya?
Terima kasih,
Wasalam

Jawaban :

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Zakat adalah ibadah ritual yang mengandung dimensi sosial. Oleh karena itu semua hal terkait dengan aturan dan ketentuan zakat sangat terikat dengan nash yang shahih dan sharih. Kita tidak bisa seenaknya mengotak-atik syariat zakat, manakala tidak ada nash yang secara tegas mengaturnya.

1. Dimiliki Secara Sempurna

Kriteria pertama dari harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kepemilikan yang sempurna, atau dalam istilah bahasa Arab disebut al-milkut-taam (الملك التام).

Dan yang dimaksud dengan kepemilikan sempurna adalah dimiliki oleh seorang muslim yang mukallaf yang dikuasai secara mutlak :

a. Dimiliki Oleh Muslim Mukallaf

Para ulama sepakat bahwa hanya harta yang dimiliki oleh perorangan saja yang wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan harta yang bukan milik perorangan tidak ada kewajiban untuk dizakati.

Maka harta yang dimiliki secara bersama, tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali bila telah ditetapkan besarnya bagian masing-masing dan memenuhi syarat kewajiban zakat.

b. Dikuasai Secara Mutlak

Yang dimaksud dengan harta yang dikuasai secara mutlak adalah seseorang memiliki harta secara sepenuhnya dan dia mampu untuk membelanjakannya atau memakainya, kapan pun dia mau melakukannya.

Hal ini berbeda dengan seorang yang memiliki harta dengan tidak secara sempurna, yaitu dimana seseorang secara status memang menjadi pemilik, namun dalam kenyataannya, harta itu tidak sepenuhnya dikuasainya.

Orang yang kehilangan harta tidak wajib membayar zakatnya. Misalnya hartanya dicuri, dirampok, atau dia kena tipu, dipinjam tetapi peminjamnya kabur raib entah kemana.

2. Ada Dalil Qath’i Yang Disepakati Ulama

Kriteria kedua adalah bahwa jenis harta itu punya dalil yang qathi’ dan sharih dari sumber syariat.

Kalau kita telusuri semua dalil Al-Quran dan As-sunnah, lalu kita juga pelajari bagaimana para fuqaha empat mazhab menetapkan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, maka zakat yang diwajibkan, telah diterima dan dijalankan oleh umat Islam sepanjang 12 abad ini hanya terbatas pada enam jenis saja.

Keenam jenis itu adalah zakat pertanian, zakat hewan ternak, zakat emas dan perak, zakat penimbunan barang jualan, zakat rikaz dan ma’adin, dan terakhir zakat al-fithr.

a. Zakat Pertanian

فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَفِيْمَا سُقِيَ بِالنَضْحِ نِصْفُ العُشُر

Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tanaman yang disiram oleh langit atau mata air atau atsariyan, zakatnya adalah sepersepuluh. Dan tanaman yang disirami zakatnya setengah dari sepersepuluh”. (HR. Jamaah kecuali Muslim)

Yang dimaksud dengan ‘atsariyan’ adalah jenis tanaman yang hidup dengan air dari hujan atau dari tanaman lain dan tidak membutuhkan penyiraman atau pemeliharaan oleh manusia.

فِيْمَا سَقَتِ الأَنْهَارُ وَالغَيْمُ العُشُر وَفِيْمَا سُقِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ العُشُر

Dari Jabir bin Abdilah ra dari Nabi SAW,”Tanaman yang disirami oleh sungai dan mendung (hujan) zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ats-tsaniyah zakatnya setengah dari sepersepuluh. (HR. Ahmad, An-Nasai dan Abu Daud)

b. Zakat Hewan Ternak

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ اَلنَّبِيَّ بَعَثَهُ إِلَى اَلْيَمَنِ فَأَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً

Dari Muazd bin Jabal radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW mengutusnya ke Yaman dan memerintahkan untuk mengambil zakat dari tiap 30 ekor sapi berupa seekor tabiah, dari setiap 40 ekor sapi berupa seekor musinnah (HR. Ahmad Tirmizy Al-Hakim Ibnu Hibban)

c. Zakat Emas dan Perak

لَيْسَ فِي أَقَل مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ وَلاَ فِي أَقَل مِنْ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ صَدَقَةٌ

Emas yang kurang dari 20 mitsqal dan perak yang kurang dari 200 dirhma tidak ada kewajiban zakat atasnya. (HR.Ad-Daruquthny)

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنَ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ

Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Perak yang kurang dari 5 awaq tidak ada kewajiban zakatnya”. (HR. Bukhari)

d. Zakat Penimbunan Barang Jualan

عَنْ سَمُرَةَ كَانَ النَّبِيُّ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نَعُدُّ لِلْبَيْعِ

Dari Samurah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari barang yang siapkan untuk jual beli. (HR. Abu Daud)

Kalimat “alladzi nu’adu lil-bai’i” artinya adalah benda atau barang yang ditimbun atau distock untuk diperjual-belikan. Jadi zakat ini memang bukan zakat jual-beli itu sendiri, melainkan zakat yang dikenakan atas barang yang dipersiapkan untuk diperjual-belikan.

وَفِي الْبَزِّ صَدَقَتُهَا

Dan pada barang yang diperdagangkan ada kewajiban zakat. (HR. Ad-Daruquthuny)

e. Zakat Rikaz dan Ma’adin

Syariah Islam telah menetapkan harta rikaz wajib dikeluarkan zakatnya yaitu seperlima bagian, atau senilai 20 % dari total harta yang ditemukan. Dasarnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW

وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ

Zakat rikaz adalah seperlima (HR.Bukhari)

f. Zakat Al-Fithr

Dasar pensyariatannya adalah dalil berikut ini :

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ زَكَاةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلىَ الناَّسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلىَ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ المـسْلِمِين

Rasulullah SAW memfardhukan zakat fithr bulan Ramadhan kepada manusia sebesar satu shaa’ kurma atau sya’ir, yaitu kepada setiap orang merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah dari hadits Ibnu Umar)

أَدُّوا عَنْ كُل حُرٍّ وَعَبْدٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ شَعِيرٍ

Bayarkan untuk tiap-tiap orang yang merdeka, hamba, anak kecil atau orang tua berupa setengah sha’ burr, atau satu sha’ kurma atau tepung sya’ir. (HR. Ad-Daruquthni)

Di luar dari keenam jenis itu memang ada saja yang berijtihad untuk menciptakan jenis zakat yang sama sekali baru. Namun catatan yang penting untuk digaris-bawahi bahwa meski tetap menggunakan dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah, namun sifatnya adalah hasil ijtihad yang menyendiri dan tidak semua ulama menyetujuinya.

Selain itu juga harus dimengerti bahwa sepanjang 12 abad ini, selain keenam jenis zakat di atas tidak pernah muncul dalam kitab-kitab fiqih empat mazhab. Baru kira-kira seratusan tahun yang lalu jenis zakat modern itu muncul.

Dan kemunculannya ditandai dengan banyak pertentangan dari para ulama, termasuk sesama pendukung zakat modern itu sendiri. Sebagian mereka mengakui adanya zakat baru pada jenis harta tertentu dan sebagian lain tidak mengakuinya. Jadi ada berapa jenis zakat modern yang baru, ternyata sesama pendukungnya tidak sepakat.

Dan ketidak-sepakatan itu berlanjut dalam hal teknis penghitungan, kriteria, nishab dan segala aturannya. Artinya, meski sama-sama mengusung zakat modern, namun tiap pencetus ternyata punya aturan main sendiri-sendiri yang belum tentu sejalan.

Kalau Anda bertanya tentang ketentuan zakat profesi kepada tiga tokoh pengusungnya, maka jangan kaget kalau ketentuan dari ketiga tokoh itu ternyata saling bertentangan. Bukan berarti kita harus menentang hasil ijtihad mereka, namun kita juga perlu tahu selevel apa kualitas ijtihad yang mereka lakukan.

3. Nishab

Kriteria ketiga adalah nishab. Seluruh ulama dari sumber valid sunnah yang shahihah sepakat menyimpulkan bahwa kewajiban zakat hanya berlaku pada harta yang jumlahnya banyak. Bila harta itu sedikit, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.

Dan batasan banyak atau sedikitnya suatu harta tidak ditentukan oleh perasaan dan logika manusia. Yang menentukan banyak atau sedikit adalah Allah SWT yang membuat syariat. Batas itu disebut denngan nishab.

Yang perlu diketahui bahwa nishab tiap harta yang wajib dizakatkan ternyata berbeda-beda dan tidak bisa dibandingkan secara matematis. Karena yang menentukan nishab itu tidak lain adalah Allah SWT. Tentu kita semua terikat dengan ketentuan dari-Nya, meski terasa kurang adil antara pemilik jenis harta tertentu dengan jenis harta lainnya.

Mari kita ambil ilustrasi misalnya antara seorang yang punya sembilan unta dan orang lain yang panen gabah 653 Kg. Keduanya wajib bayar zakat meski dengan nilai harta yang jauh berbeda. Kalau kita bandingkan harga 9 unta tentu jauh sekali dengan harga 653 Kg gabah. Anggap seekor unta harganya 30 juta, sehingga 9 x 30 juta 270 juta. Kalau harga sekilo gabah kita hitung 10 ribu rupiah, maka nishab gabah hanya senilai 6.530.000 rupiah.

Lagi-lagi itulah sisi ritual syariat zakat, bukan kita yang bikin aturan melainkan Allah SWT yang punya hak preogratif. Maka kita tidak dibenarkan mengotak-atik tasyri’ yang turun dari langit ini.

Jadi kita perlu sadar bahwa jenis harta itu memang berbeda-beda, maka wajar pula bila nilai nominal nisabnya pun berbeda pula.

Sekedar untuk memudahkan, berikut adalah tabel yang berisi daftar jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakat, dilengkapi juga dengan masing-masing nisabnya secara ringkas. bisa kita buatkan tabel agar memudahkan dalam mengingatnya.

JENIS ZAKAT NISHAB
EMAS & PERAK

Yang disimpan bukan yang sering dikenakan

85 gram emas
595 gram perak
TABUNGAN

Semua bentuk tabungan baik tunai, rekening, piutang, chek, giro dll)

seharga 85 gr emas seharga 595 gr perak
PERDAGANGAN

Uang/modal yang berputar, bukan asset (bangunan, perabot dll tidak termasuk)

seharga 85 gr emas seharga 595 gr perak
PERTANIAN

Hasil panen dikurangi biaya perawatan (pupuk, irigasi, obat dll)

5 wasaq

= 653 kg gabah

= 520 kg beras

4. Penimbunan Selama Setahun

Kriteria keempat adalah harta yang dimiliki dan sudha melebihi nishab itu harus ditimbun dulu selama setahun. Jika belum sampai setahun maka tidak ada kewajiban zakatnya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :

لاَ زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُول عَلَيْهِ الْحَوْل

Tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat hingga harta itu berjalan padanya masa (dimiliki selama) satu tahun. (HR. Ibnu Majah)

Masa menimbun selama setahun ini disebut dengan haul, yang secara harfiyah artinya putaran tahun. Dari keenam jenis zakat di atas, setidaknya tiga  jenis harta itu dikeluarkan zakatnya kalau sudah setahun ditimbun dn berlaku untuk tiap tahunnya.

Sedangkan zakat pertanian dan zakat rikaz memang tidak butuh penimbunan setahun, karena sifatnya merupakan kewajiban ketika mendapatkan harta itu. Sementara zakat fitrah sendiri tidak terkait dengan kepemilikan harta.

Istilah haul dalam bahasa Arab maknanya adalah as-sanah (السَّنَة) yang berarti tahun dan juga bermakna putaran, dikatakan (حال الشيء حولا), sesuatu berputar.

Secara penggunaan istilah dalam masalah zakat, istilah haul berarti jangka waktu satu tahun qamariyah untuk kepemilikan atas harta yang wajib dizakatkan.

Al-Bushiri mengatakan bahwa hadits ini dhaif, namun Al-Imam An-Nawawi dalam Nashburrayah mengatakan bahwa meski demikian hadits ini punya banyak syawahid yang menguatkannya sehingga naik derajatnya menjadi shahih atau hasan. [1]

Para ulama telah menetapkan bahwa bila seseorang memiliki harta hanya dalam waktu singkat, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai orang kaya. Sehingga ditetapkan harus ada masa kepemilikan minimal atas sejumlah harta, agar pemiliknya dikatakan sebagai orang yang wajib membayar zakat.

Yang penting untuk diketahui, bahwa batas kepemilikan ini dihitung berdasarkan lama satu tahun hijriyah, dan bukan dengan hitungan tahun masehi. Dan sebagaimana diketahui, bahwa jumlah hari dalam setahun dalam kalender hijriyah lebih sedikit dibandingkan kalender masehi.

Maka menghitung jatuh tempo pembayaran zakat tidak sama dengan menghitung tagihan pajak. Jatuh tempo zakat dihitung berdasarkan kalender qamariyah.

Sebagai ilustrasi, bila seseorang pada tanggal 15 Rajab 1425 H mulai memiliki harta yang memenuhi syarat wajib zakat, maka setahun kemudian pada tanggal 15 rajab 1426 H dia wajib mengeluarkan zakat atas harta itu.

Seluruh zakat menggunakan perhitungan haul ini, kecuali zakat rikaz, zakat tanaman dan turunannya, zakat profesi. Zakat-zakat itu dikeluarkan saat menerima harta, tanpa menunggu haul.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA