SENGAJA MENINGGALKAN SHALAT : TIDAK PERLU DIQADHA’?

Awalnya saya agak bingung dengan pendapat yang satu ini, kenapa orang yang sengaja meninggalkan shalat fardhu lima waktu tidak perlu mengganti atau mengqadha’ shalatnya?

Pelakunya hanya disuruh bertaubat kepada Allah SWT, lalu memperbanyak amal-amal shalih, termasuk shalat sunnah. Demikian difatwakan oleh banyak sumber, seperti Bin Baz, Utsaimin, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm dan lain-lainnya.

Fatwa ini agak sedikit berbeda dengan pelajaran fiqih yang saya terima sejak kecil, bahwa orang yang meninggalkan shalat fardhu, sengaja atau tidak sengaja, wajib mengqadha’ shalatnya. Berapa pun banyaknya jumlah shalat yang ditinggalkan, dan seberapa lama pun waktu yang terlewat.

Akhirnya saya menemukan dasar perbedaan pendapat ini. Rupanya memang sudah ada perbedaan mendasar antara jumhur ulama yang terdiri dari mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah di satu pihak, dengan pendapat mazhab Al-Hanabilah di pihak yang lain. Jumhur ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja, tidak divonis sebagai orang yang murtad atau kafir. Asalkan dalam dirinya masih meyakini bahwa shalat itu fardhu hukumnya. Sedekar meninggalkannya tidak kafir tetapi dosa besar.

Lain halnya dalam mazhab Al-Hanabilah, dalam pandangan mazhab ini orang yang sengaja meninggalkan  shalat fardhu, mereka jatuhkan vonis murtad dan kafir. Lepas dari apakah yang bersangkutan meyakini atau tidak meyakini  kewajiban shalat itu. Pokoknya, tidak shalat secara sengaja tanpa udzur yang syar’i, hukumnya murtad dan kafir.

Dan ternyata dari pandangan inilah fatwa untuk tidak perlu mengqadha’ shalat itu bermula. Karena statusnya sudah kafir, maka orang kafir memang tidak perlu shalat. Jadi memang tidak ada qadha’. Yang ada cuma bertaubat untuk balik lagi masuk Islam, lalu memperbanyak amal ibadah, termasuk shalat-shalat sunnah.

Namun dalam pandangan jumhur ulama, orang yang tidak shalat itu tetap beragama Islam. Tentu ketika dia meninggalkan shalat, pastilah berdosa besar dan wajib bertaubat serta minta ampun dari Allah. Cuma, ya statusnya tetap muslim. Dan sebagai muslim, tetap wajib shalat. Kalau ditinggalkan, maka wajib diganti dengan melakukan shalat qadha’.

Konsekuensi Murtad

Sekilas nampaknya fatwa untuk tidak perlu mengqadha’ shalat ini lebih mudah. Dan saya pribadi nyaris lebih sering mendengar fatwa ini ketimbang fatwa yang mewajibkan qadha’ shalat yang ditinggalkan dengan sengaja.

Tetapi setelah tahu ternyata tidak perlu qadha’ itu berdasarkan fatwa bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja itu kafir, bulu kuduk saya rada merinding juga. Hmm serem juga fatwa itu.

Kalau orang divonis kafir, lepas kenapa sebabnya, maka ada banyak konsekuensi lainnya, antara lain :

1. Gugur Pahala Sebelumnya

Banyak ulama mengatakan bahwa orang yang murtad dari Islam, maka amal-amal shalih yang pernah dikerjakan akan ikut musnah bersama dengan kemurtadannya. Wah, sayang banget.

Bahkan sebagian fatwa ulama menyebutkan, bila seorang yang sudah pernah pergi haji kemudian murtad, maka begitu dia balik lagi menjadi muslim, dia wajib mengerjakan lagi ibadah haji dari mula. Wah, rugi juga ya. Uang 35 juta bukan uang kecil, lagian nunggu waiting list-nya juga nggak sebentar.

2. Pernikahannya Bubar

Karena seseorang berstatus murtad dan jadi orang kafir, maka istrinya yang dinikahi dengan sah otomatis menjadi putus hubungan. Karena syariat Islam mengharamkan perkawinan beda agama. Istilahnya memang bukan cerai, tetapi fasakh. Hal itu pernah dialami oleh puteri Rasulullah SAW, ketiak beliau masuk Islam dan ikut hijrah ke Madinah, sementara suaminya tidak mau masuk Islam, alias tetap dengan kekafirannya.

Maka kalau vonis buat orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah murtad / kafir, kasihan sekali istrinya. Tiba-tiba jadi janda karena suaminya jadi kafir. Dan mereka diharamkan melakukan hubungan suam istri karena pernikahan mereka batal.

3. Tidak Boleh Jadi Wali

Orang kafir tidak boleh menjadi wali pernikahan puterinya yang beragam Islam. Kasihan sekali anak perempuannya, tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya, karena bapaknya meninggalkan shalat dengan sengaja dan tiba-tiba jadi orang kafir.

4. Tidak Memberi Harta Warisan dan Tidak Menerima Warisan

Hukum waris dalam syariat Islam tegas menyebutkan bahwa  orang kafir tidak boleh menerima warisan dari pewarisnya yang muslim. Dan sebaliknya, juga tidak bisa memberi warisan kepada ahli warisnya yang muslim.

Maka saya pribadi, terserah orang lain mau setuju atau tidak, lebih cenderung kepada pendapat jumhur ulama saja, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja hukumnya berdosa besar, dia wajib bertaubat, tetapi statusnya tidak murtad. Dia tetap beragama Islam. Tetapi karena dia berhutang shalat, maka dia wajib membayarkan hutang shalatnya itu alias mengqadha’, berapa pun banyaknya dan selama apa pun terpaut waktunya. Itulah fatwa jumhur ulama. Wallahua’lam bishshawab.

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Sumber: https://www.facebook.com/ustsarwat/posts/398050610212267