JILBAB “PUNUK ONTA” AHLI NERAKA?
Trend busana terus berkembang, termasuk pula jilbab “punuk onta” sebagai fashion muslimah yang akhir-akhir ini sering diperbincangkan. Bila tidak cermat, orang akan terjebak memvonis pemakainya sebagai ahli neraka yang tidak akan masuk surga sama sekali. Pemahaman itu bermula dari hadits:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا. ― رواه مسلم
“dari Abu Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Dua golongan termasuk ahli neraka yang belum pernah Aku lihat, yaitu (1) kaum yang punya cambuk seperti ekor sapi yang digunakannya untuk memukul orang-orang; dan (2) perempuan-perempuan yang memakai baju tapi telanjang (berbaju transparan/menutupi sebagian tubuh dan membuka selainnya), yang berjalan lenggak-lenggok penuh kesombongan dan mengoyangkan pundaknya, dan yang membesarkan jilbab/kerudung di kepalanya sehingga seperti punuk onta bukhti (yang jenjang lehernya) yang miring (ke kanan atau ke kiri). Perempuan-perempuan itu tidak akan masuk ke surga dan tidak akan mencium aromanya, padahal sungguh aromanya tercium dari jarak sekian dan sekian (500 tahun perjalanan).” (HR. Muslim)
Apakah kalimat لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ (mereka tidak akan masuk surga) dapat dipahami secara mutlak sehingga siapa saja yang memakai jilbab “punuk onta” tidak masuk surga sama sekali?
Terkait hal ini ulama menjelaskan, maksud kalimat لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ (mereka tidak masuk surga) adalah (1) tidak masuk surga bersama golongan pertama (al-faizin as-sabiqin) atau (2) memang tidak masuk surga sama sekali bila pelakunya menganggap halal perbuatannya tersebut, seperti penjelasan Syaikh Aburra’uf al-Munawi (Faidh al-Qadir, IV/275-276):
لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ ― مَعَ الْفَائِزِينَ السَّابِقِينَ أَوْ مُطْلَقًا إِنِ اسْتَحْلَلْنَ ذَلِكَ
Sabda Rasulullah saw: “Mereka tidak masuk akan surga”, maksudnya bersama golongan yang beruntung yang pertama masuk surga atau tidak masuk surga secara mutlak bila mereka menganggap halal perbuatannya.”
Atau seperti dalam ungkapan al-Qadhi ‘Iyadh (Mirqah al-Mafatih, XI/95):
مَعْنَاهُ أَنَّهُنَّ لَا يَدْخُلْنَهَا وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا حِينَ مَا يَدْخُلُهَا وَيَجِدُ رِيحَهَا الْعَفَائِفُ الْمُتَوَرِّعَاتِ، لَا أَنَّهُنَّ لَا يَدْخُلْنَ أَبَدًا
“Artinya mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aromanya saat memasukinya, sementara perempuan-perempuan yang terjaga dan penuh wira’i menciumnya; tidak berarti mereka tidak akan masuk surga selama-lamanya.”
Kenapa demikian? Karena bila hadits tersebut hanya dipahami secara literal/lahiriah, maka akan bertentangan dengan hadits lain yang menegaskan, semua orang yang mati dalam kondisi tidak menyekutukan Allah pada selain-Nya akan masuk surga, meskipun dalam hidupnya melakukan maksiat (Mirqah al-Mafatih, XI/95), sebagaimana diriwayatkan:
عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ. ― متفق عليه
“dari al-Ma’mur bin Suwaid, ia berkata: “Saya mendengar dari Abu Dzar ra meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: “Malaikat Jibril as mendatangiku, lalu menyampaikan kabar gembira: “Sungguh siapa saja dari umatmu yang mati dalam kondisi tidak menyekutukan Allah terhadap apapun maka Ia masuk surga.” Aku (Abu Dzar ra) bertanya: “Meskipun ia zina dan mencuri?” Nabi saw menjawab: “Meskipun ia zina dan mencuri!” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Kesimpulannya, perempuan yang berjilbab “punuk onta” tidak bisa dianggap sebagai ahli neraka secara mutlak, namun tergantung apakah ia menganggapnya halal atau tidak. Bila menganggapnya halal maka ia termasuk ahli neraka; dan bila tidak maka ia tetap berkesempatan masuk surga meskipun tidak besertaan golongan pertama.
Hal ini sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang tidak mengafirkan pelaku dosa (selain dosa-dosa yang menyebabkan kekafiran) seperti yang dinyatakan oleh Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam as-Syafi’i, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang paling shahih darinya. Berbeda dengan sekte Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa meskipun dosa kecil, dan sekte Muktazilah yang mengeluarkan pelaku dosa besar dari keimanannya. Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi, Shahih Muslim, (Bairut: Dar al-Jil dan Dar al-Auqaf al-Jadidah, tth.), juz I, h. 66 dan juz VI, h. 178.
2. Abdurra’uf al-Munawi, Faidh al-Qadir, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H/1994 M), juz IV, h. 275-276.
3. Al-Mula ‘Ali al-Qari, Mirqah al-Mafatih Syarh Misykah al-Mashabih, juz XI, h. 95.
4. Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, al-Jami’ as-Shahih, (al-Yamamah-Bairut: Dar Ibn Katsir, 1407 H/1987 M), juz I, h. 697.
5. Burhanuddin al-Laqqani, Hidayah al-Murid li Jauharah at-Tauhid, (Kairo: Dar al-Bashair, 1430 H/2009 M), juz II, h. 1150.
Sumber:
Grup Whatsapp, Kajian Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Divisi KISWAH Aswaja NU Center Jatim